Sabtu, 28 Desember 2013

Agresi Militer Belanda terhadap Indonesia

 1. Perjanjian Linggarjati
Pimpinan negara Inggris menyadari bahwa sengketa Indonesia dengan Belanda tidak mungkin diselesaikan melalui peperangan. Karena itu, Inggris berusaha mempertemukan kedua belah pihak dalam meja perundingan.
Pada tanggal 10 November 1946, diadakan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini dilaksanakan di Linggarjati. Linggarjati terletak di sebelah selatan Cirebon. Dalam perundingan itu, pihak Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri  Sutan Syahrir. Delegasi Belanda dipimpin oleh Van Mook.
Pada tanggal 15 November 1946, naskah asli perundingan diumumkan dan ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Belanda pada tanggal 25 Maret 1947. Oleh karena perundingan tersebut di laksanakan di Linggarjati, maka hasil perundingan terkenal dengan nama Perjanjian Linggarjati. Hasil Perjanjian Linggarjati sangat merugikan Indonesia karena wilayah Indonesia menjadi sempit.
Perjanjian Linggarjati
a.       Belanda hanya mengakui kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatera.
b.      Republik Indonesia dan Belanda akan bersama-sama membentuk Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas:
1)      Negara Republik Indonesia
2)      Negara Indonesia Timur
3)      Negara Kalimantan
c.       Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan merupakan suatu uni yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda dan diketuai oleh Ratu Belanda.
      2. Agresi Militer Belanda I
Meski telah membuat perjanjian, Belanda tidak mau melepaskan Kepulauan Indonesia ini begitu saja. Mereka tetap berusaha untuk menjajah Indonsia. Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang wilayah Republik Indonesia. Tindakan yang dilakukan Belanda telah melanggar Perjanjian Linggarjati. Belanda berhasil merebut sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Akibatnya, wilayah kekuasaan Republik Indonesia semakin kecil.
Serangan militer Belanda ini terkenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Peristiwa tersebut menimbulkan protes dari negara-negara tetangga dan dunia internasional. Wakil-wakil dari India dan Australia mengusulkan kepada PBB agar mengadakan sidang untuk membicarakan masalah penyerangan Belanda ke wilayah Republik Indonesia.
      3. Perjanjian Renville
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar kedua belah pihak menghentikan tembak menembak. Akhirnya, pada tanggal 4 Agustus 1947, Belanda mengumumkan gencatan senjata. Genjatan senjata adalah penghentian tembak menembak di antara pihak yang berperang.
PBB membantu menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri atas:
a.       Australia, dipilih oleh Indonesia
b.      Belgia, dipilih oleh Belanda
c.       Amerika Serikat, dipilih oleh Australia dan Belgia
Masing-masing negara anggota KTN tersebut dipimpin oleh seorang pimpinandelegasi, yaitu:
a.       Delegasi Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
b.      Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodimodjo.
Komisi Tiga Negara (KTN) ini memprakarsai perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan dilakukan di atas Kapal Renville, yaitu kapal Angkatan Laut Amerika Serikat. Oleh karena itu, hasil perundingan ini dinamakan Perjanjian Renville.
Perjanjian Renville
1)      Belanda hanya mengakui daerah Republik Indonesia atas Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Barat dan Sumatera.
2)      Tentara Republik Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah yang telah diduduki Belanda.
Hasil perjanjian Renville ini sangat merugikan Indonesia. Wilayah kekuasaan Republik Indonesia menjadi sangat sempit.
Kabinet yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno kemudian Kabinet Amir Syarifuddin diganti oleh Kabinet Hatta.
      4. Agresi Militer Belanda II
Belanda terus berusaha menguasai kembali Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan atas wilayah Republik Indonesia. Penyerangan Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Ibu kota Republik Indonesia waktu itu, Yogyakarta diserang Belanda. Perlu diketahui bahwa sejak 4 Januari 1946, ibu kota Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Belanda mengerahkan angkatan udaranya. Serangan ini membuat Lapangan Maguwo tidak dapat dipertahankan lagi. Akhirnya, Yogyakarta direbut oleh Belanda.
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Suryadarma ditangkap oleh Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sebelum tertangkap, Presiden Soekarno telah mengirim mandat lewat radio kepada Menteri Kemakmuran, Mr.Syarifudin Prawiranegara yang berada  di Sumatera. Syarifuddin Prawiranegara di minta untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ibu kotanya di Bukittinggi.
Agresi Militer Belanda II ini menimbulkan reaksi tajam dunia, terutama negara-negara di Asia. Negara-negara di Asia seperti India, Myanmar, Afganistan, dan lain-lain segera mengadakan Konferensi New Delhi pada bulan Desember 1949. Mereka bersimpati kepada perjuangan rakyat Indonesia dan mendesak agar:
a.       Pemerintah RI segera dikembalikan ke Yogyakarta
b.      Serdadu Belanda segera ditarik mundur dari Indonesia
Namun demikian, Belanda tidak memedulikan desakan itu. Belanda baru bersedia berunding setelah Dewan Keamanan PBB turun tangan.

Sumber: Buku IPS TERPADU KELAS 5  Penerbit Erlangga










Tidak ada komentar:

Posting Komentar